Minggu, 06 Desember 2009

Ayo Latihan Meditasi Yuk!



Andaikata Anda diajak seseorang. “Ayo, latihan meditasi Yuk!” Atau ajakan bernada lainnya. Kali ini memperomosikan pengalaman mistis. “Ayo merasa ‘Tuhan’ dalam diri Yuk!” Atau yang sedikit berupaya menyadarkan. “Jangan cuma beragama, tapi berspiritual.”

Mungkin kita akan bertanya, apa itu spiritualitas?
Yang jelas, spiritualitas bukanlah hal baru.
Jika kita runtut kebelakang sedikit, pada abad ke-20, muncul gerakan New Age yang berkembang besar dengan kombinasi dari perbedaan spiritual, sosial, politik dalam bentuk harapan baru untuk mentransformasikan individu dan sosial dalam kesadaran spiritual. Tujuan dari gerakan ini adalah menciptakan harmoni dan kemajuan dalam kehidupan manusia yang terasa terlalu materialistik, dan meniadakan ruang bagi ketenangan jiwa.

Spiritualitas juga lebih dikaitkan dengan mistisisme, yang sering disebut sebagai harta karun yang mulai terungkap pada abad ke-21. Pemahaman mistis ini bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat gaib. Pemahaman mistis, dalam hal ini, adalah pengetahuan intuitif, pengetahuan langsung, pengetahuan akan Tuhan, ataupun istilah lainnya yang tergantung dari setiap tradisi. Kehidupan mistis dicirikan dengan vitalitas, produktivitas, ketentraman dari dalam, yang dapat keluar dalam bentuk harmoni dengan alam dan Tuhan.



Di Indonesia, saya perhatikan meditasi masih dikemas dalam bingkai spiritualitas “murni” yang belum bisa mengakomodir kebutuhan orang modern beserta hiruk pikuknya sebagai pekerja profesional. Semua ini hanya masalah “kemasan”. Meditasi secara ilmiah telah membuktikan beberapa pengaruh positif bagi kehidupan sehari-hari, selain tentu saja membuat kesehatan lebih baik. Kebahagiaan dan kedamaian yang tumbuh dari dalam adalah faktor efektivitas dalam bekerja termasuk mendukung tujuan profesional. Pikiran yang tenang dan damai juga mampu memberikan “cetusan” kreativitas yang menjadi hal penting pada era konseptual ini.

Belum lama ini saya membaca buku berjudul “Misteri Otak Kanan” karya Daniel H. Pink. Disebutkan bahwa kita ini hidup pada era transisi, yaitu antara era informasi dan era konseptual. Pada era konseptual, akan banyak pekerja kreativitas, yang mengandalkan kemampuan otak kanan. Selain itu pada era ini, makna mulai dicari. Demam spiritualitas tidak terhindarkan lagi. Hal ini adalah konsekuensi ketika materi berlimpahan, orang mulai tidak menemukan kebahagiaan melalui kemajuan materi. Seorang teman pernah berujar, bahwa pencarian makna itu sudah ada sejak dahulu. Sungguh tepat pendapat ini. Yang berbeda dari orang modern akan upaya mencari makna ketika kemajuan materi tidak mampu memberikannya. Spiritualitas yang hanya berfilsafat tidak akan banyak membantu walaupun hal itu perlu sebagai tahap dasar. Kearifan kuno melalui praktik yoga dan meditasi akan menjadi trend “baru”.

Kini meditasi sudah dikenal sebagai terapi psikologi terbaik, yang bukan milik agama tertentu. Sebuah kearifan telah melampaui zaman termasuk melampaui tradisi agama dan budaya. Beberapa hal telah menandaskan kenyataan ini. Majalah Times dari Amerika pada Agustus 2003 dalam edisi khususnya mengulas meditasi yang diminati kaum profesional. Perkembangan yang lain, di Amerika Serikat meditasi ditawarkan di sekolah-sekolah, rumah sakit, biro-biro hukum, gedung pemerintahan, kantor perusahaan-perusahaan dan penjara. Di airport, ruang meditasi dapat ditemui selain kapel sembahyang dan kios internet, bahkan menurut Harvard Law Review edisi musim semi 2002, meditasi menjadi salah satu subjek pelajaran di akademi militer West Point.

Kemasan meditasi di luar negeri begitu berbeda di Indonesia yang masih saja sebagian orang berpikir sempit dan penuh curiga dengan menganggap meditasi sebagai praktik agama. Tony Buzan, seorang pakar kreativitas, pernah menandaskan bahwa meditasi itu tidak perlu dipahami seperti itu, walaupun sebagian tradisi spiritual agama mempraktikkan hal itu. Itulah mengapa ketika kita membaca buku-buku SQ di Indonesia, bagian terpenting tentang terapi meditasi tidak dibahas. Cukup banyak buku-buku manajemen dan perkembangan kepribadian yang menyinggung tentang empathy dan awareness. Namun sesungguhnya mustahil menumbuhkan dua hal itu tanpa meditasi. Penyakit psikologis harus diatasi dengan terapi, bukan hanya dengan rasio. Itu seperti mencoba mengembangkan SQ dan EQ hanya berhenti pada IQ.

Jika informasi meditasi telah banyak beredar dengan kemasan yang menjawab kebutuhan orang modern, maka akan lebih mudah mengajak orang belajar meditasi. Bayangkan jika suatu saat kita diajak seseorang. “Ayo latihan meditasi Yuk!” Dengan mudahnya kita bisa bergabung dengan studio meditasi terdekat di kota kita.