Selasa, 28 April 2009

Momen Saat ini: Sebuah Berkah atau Musibah?



“Tuhan sendiri memuncak dalam momen saat ini”
(Thoreau)


Ada sebuah obrolan ringan di tempat kerja.
Pada waktu yang dibicarakan tentang kesuksesan seseorang.
Wah andai saja kamu seperti itu!”, salah seorang berkata.
Seorang yang diajak bicara menjawab, “amin, ya kalo diberkahi.”

Saya mendengar pembicaraan seperti itu bukan hanya sekali.
Sudah hal yang umum bahwa orang melihat segala sesuatu baik dan buruk dengan memberi penilaian arti. Jika mendapat sesuatu yang baik, seperti kesuksesan, keuntungan, itu adalah berkah. Sebaliknya, jika mendapat kemalangan, ketidaknyamanan, itu adalah musibah.
Manusia menyukai berkah dan menghindari musibah. Jika memang semuanya adalah hasil dari kuasa Tuhan, apa yang mesti dihindari dari musibah?

Sejak tahun 2000 saya banyak mempelajari literatur tentang mistisisme. Cukup banyak buku-buku yang membahas hal itu, bukan hanya dari tradisi Buddhis yang saya anut. Beberapa diantaranya adalah Sufisme, dan Mistik Kristen. Pemahaman ini membuat saya sangat mengagumi sumber kebijaksanaan dalam tradisi-tradisi spiritual yang pernah ada.

Setiap tradisi mistik merupakan ajaran yang memang tidak ditujukan orang awam. Bukan berarti itu ajaran rahasia, esoteris, yang untuk orang-orang pilihan. Kitapun bisa menjadi “orang pilihan” itu, jika memang kita sudah siap.
Seorang mistikus akan memahami bahwa sebuah fenomena hanyalah sekedar perubahan, sebuah proses dari kehidupan itu sendiri. Waktu yang bisa kita rasakan hanyalah momen saat ini.

Jika kita mau jujur dan mengamati dengan mata yang telanjang. Momen saat ini adalah sekedar eksistensi, yang tidak ada nilai positif maupun negatif. Momen saat ini tidak akan pernah menjadi berkah atau bencana.
Yang disebut sebagai bencana atau musibah hanyalah persepsi yang kita ciptakan sendiri. Bagi orang yang sudah jenuh dengan kekayaan, memiliki kekayaan adalah musibah. Tetapi bagi mereka yang tidak pernah kaya, mendapat keuntungan materi adalah berkah. Konsep penilaian adalah relatif terhadap setiap individu.

Namun peradaban manusia sudah terlanjur menggunakan sebuah kata dengan nilai yang positif. Tokoh Oogway, dalam film Kungfu Panda, mengajarkan, “Yesterday is history, tomorrow is a mystery, but to day is a GIFT. That is why it is called THE PRESENT.” Jika kita tetap ingin memberi arti tentang berkah, maka berkah adalah momen saat ini, apapun yang terjadi, semua adalah berkah.

Ketika saya membaca tulisan Thoreau, “Tuhan sendiri memuncak dalam momen saat ini”. Saya teringat dengan Ajaran Ajahn Chah sebagaimana yang dipahami Ajahn Amaro, bahwa nirvana harus dipahami sebagai “mindfulness at the present moment.”
Pencarian mencari Tuhan, atau mencapai nirvana, adalah sebuah ilusi yang membuat kita tidak sadar bahwa apa yang kita cari ada dibawah telapak kaki kita. Itulah mengapa ada sebuah legenda kelahiran seorang calon Buddha yang melangkahkan kaki di tanah. Setiap langkah memunculkan bunga teratai yang mekar dengan indahnya.

Apabila setiap langkah yang kita lalui adalah berkah, maka kita adalah Sang Terbekahi, The blessed One. Melangkah dengan mindful, melangkah dengan penuh perhatian, setiap langkah akan menjadi indah. Dan, semuanya akan terasa sebagai berkah.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Hallo Mas Victor... saya suka tulisan2 anda. ditunggu buku berikutnya di Juxtapose Korporasidea. Thanks sudah berkunjung ke blog saya. :)

DGA Desain Grafis dan Advertising mengatakan...

Bila kita menerima dengan ikhlas semua pemberian Allah, semua akan menjadi berkah...

Keichlasan/bersyukur, sabar dan tawakal adalah kunci dalam menjalani semua yang kita hadapi dalam kehidupan...

Salam
M. Ismail