Jumat, 10 Juli 2009
EKSKLUSIVITAS BUKANLAH SPIRITUALITAS
“Adalah berbahaya untuk mengisolasi diri secara berlebihan,
menghindari batas-batas masyarakat.”
(Soren Kierkegaard)
Ada sebuah kisah tentang seorang raja telanjang yang merasa dirinya telah memakai pakaian kebesaran yang paling indah.
Sang Raja amat peduli dengan pakaian kebesarannya, sehingga membuat penjahit istana kebingungan untuk menerjemahkan keinginan raja. Hingga suatu saat penjahit itu menawarkan sebuah pakaian kebesaran yang paling anggun dan mulia.
“Ini yang mulia, pakaian kebesaran terbaik yang pernah ada di kerajaan ini”, kata sang penjahit.
“Tapi aku tidak melihat sesuatu apapun, ” raja itu berkata.
“Pakaian ini memang tidak terlihat karena terlalu berharga dan hanya cocok digunakan oleh raja yang terhormat.”
Dicobanya pakaian itu, namun sang raja tidak merasa dirinya telanjang –terlena oleh kehormatan yang dikatakan penjahit istana.
Sang raja dalam “pakaian kebesarannya” itu menanyakan pada setiap orang di istana apakah indah pakaiannya. Dan selalu pegawai istana mengatakan bahwa pakaian itu sangat indah dan menakjubkan. Raja pun tersenyum bangga dan merasa menjadi simbol kerajaan yang paling baik dan dimuliakan. Setiap orang di sekeliling istana dan para menteri telah sepakat untuk menjawab sesuai dengan apa yang diinginkan Sang Raja itu –karena tidak ada seorangpun yang berani terhadap raja.
Hingga suatu Sang Raja ingin keluar dari istana dengan maksud berkeliling melihat wilayah kerajaan sambil memamerkan pakaian kebesarannya. Para rakyat telah diberitahukan satu hari sebelumnya bahwa Sang Raja akan berkeliling dan tetap memberikan penghormatan yang tinggi walaupun raja akan berkeliling dengan telanjang.
Tiba saatnya raja telanjang itu berkeliling luar istana beserta para rombongan kerajaan. Sepanjang perjalanan, semua rakyat memberikan penghormatan dan menampilkan mimik wajah yang kagum. Hingga terdengar suara seorang bocah kecil yang dengan lugunya berkata pada orang tuanya.
“Bu, mengapa raja itu telanjang?”
Kita sering mencari penghiburan dengan wilayah sosial kita. Kita mungkin memilih istri hanya karena dia adalah orang yang bisa memuaskan ego kita dengan memberikan kekaguman tertentu. Kita mungkin berteman dengan nyaman pada orang-orang tertentu saja, dan menghindari orang-orang yang tidak kita sukai atau berbeda pandangan dengan diri kita. Bahkan mungkin kita memilih komunitas spiritual, bukan karena kita berspiritual tapi karena tidak mampu hidup berdampingan dengan orang yang berbeda tradisi dengan kita.
Memiliki kesimbangan bathin berarti bahwa orang-orang boleh mengatakan hal buruk tentang kita dan kita bisa memakluminya. Jika kita mudah terluka atau tersinggung oleh hidup, maka selamanya kita akan melarikan diri dari keadaan, atau kita hidup dengan ditemani sekelompok “penjilat” –yang membuat kita semakin sulit untuk memahami diri sendiri.
Thich Nhat Hanh, seorang Guru Meditasi, pernah menulis: “Meditasi bukan ditujukan agar kita keluar dan menarik diri dari masyarakat, namun untuk mempersiapkan diri kita memasuki kembali dunia masyarakat.” Jika kita belum membawa manfaat praktik dalam kehidupan di tengah masyarakat, maka kita hanya mengambil kesenangan dalam “spiritualitas”. Karena keberhasilan latihan diukur ketika kita berada keadaan yang biasanya tidak nyaman di tengah masyarakat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar